Ilmu Perpajakan Diperebutkan ?

Centre Of Science Tax and Accounting (COSTA)

Jl. Mr. Kusumaatmaja Nomor 41 Purwakarta

Ilmu Perpajakan Diperebutkan ?

Dr. H. Vitra Yozi Chaniago, SE., ME., Ak., CA

Pajak, acuh tak acuh tapi butuh

Sejak kasus Gayus Tambunan terungkap pada tahun 2010 lalu, membuat Orang Pajak dan Kantor Pajak serta Ilmu Pajak menjadi topik yang paling menarik untuk dibicarakan. Semua orang ingin tahu perkembangan kasusnya, dan ini otomatis menggiring orang untuk memahami pajak itu sendiri. Sebelum kasus Gayus Tambunan meledak orang terkesan kurang tertarik untuk membahas pajak apalagi untuk mempelajarinya. Pajak seakan seperti barang yang haram untuk dibicarakan secara terbuka.

Kondisi diatas membuat pajak kurang diketahui dalam kehidupan masyarakat secara umum dan luas. Pajak hanya dipelajari di bangku-bangku perkuliahan saja dan menjadi matakuliah inti di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Ilmu Administrasi. Kurang tertariknya masyarakat untuk mengenal pajak membuat Sebagian besar masyarakat tidak bisa membedakan antara pajak dan retribusi serta antara pajak pusat dan pajak daerah.

Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) beberapa tahun terakhir menunjukkan bahawa peranan penerimaan pajak dalam penerimaan negara mencapai 70% lebih. Sebuah kontribusi yang sangat dominan dan besar sekali. Meskipun Sebagian masyarakat acuh dengan pajak, namun negara sangat membutuhkannya.

Pajak itu Seksi, terkadang menakutkan.

Sering kita mendengar ungkapan yang mengatakan bahwa ada 2 yang pasti di dunia ini, yang pertama adalah pajak dan yang kedua adalah mati. Ungkapan ini mungkin hanya seloroh belaka, namun ada benarnya juga, apalagi setelah melihat trend APBN yang ada. Pajak dan Ilmu Pajak menjadi barang seksi diantara para peminatnya yang rata-rata adalah golongan menengah keatas karena mereka akan selalu berhubungan dengan pajak sesuai batas kemampuan dan kegiatan usahanya.

Pajak adalah kewajiban kepada negara dan dapat kenakan sanksi jika tidak ditunaikan. Tidak sedikit orang yang tersandung pajak, baik dalam ranah sanksi admninistrasi maupun pidana. Alcapone yang merupakan penjahat besar dunia dan licin serta selalu lolos dalam setiap jeratan hukum namun tertangkap juga dalam kasus pajak. Prinsip pajak itu adalah distribusi penghasilan, dari yang memiliki penghasilan besar kepada masyarakat lainnya, seperti hal keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ilmu Perpajakan Milik Siapa ?

Terselip pertanyaan tentang Pajak dan Ilmu Pajak, apakah Ilmu Perpajakan tersebut milik Fakultas Ekonomi khusnya Akuntansi ?.  Dalam kehidupan sehari-hari Ilmu Perpajakan tidak dapat dilepaskan dari Akuntansi, bahkan Dr. H. Vitra Yozi Chaniago, SE., ME., Ak., CA mengatakan bahwa Akuntansi itu ibarat Tulang dan Pajak itu ibarat Daging yang mengikuti Tulang. Belajar Akuntansi tanpa Pajak ibarat Mandi tanpa Sabun (Yozi Chaniago, 2021).

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 46 yang mengatur wajib pajak dalam melaporkan Pajak Penghasilan (PPh)-nya. Pelaporan pajak berawal dari Laporan Keuangan Komersial menjadi Fiskal melalui proses rekonsiliasi fiscal. PSAK 46 tambah memperkuat bahwa Ilmu Perpajakan tersebut sangat erat dan dekat hubungannya dengan Akuntansi. Hubungan akuntansi dan pajak bak kembar siam.

Fakta dilapangan menunjukkan bahwa ilmu perpajakan berkait erat dengan kegiatan akuntansi, bahkan dalam struktur organisasi suatu perusahaan pajak merupakan salah satu devisi dari akuntansi, bukankah kita sering mendengar jabatan Accounting and Tax dalam sebuah enterprise ?.

Pertanyaan berikutnya muncul, kenapa ilmu perpajakan itu masuk dalam Fakultas Ilmu Administrasi dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik ?. Contohnya Program Studi  Perpajakan di lingkungan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya dan Ilmu Administrasi Fiskal di Fakultas Ilmu Administrasi  Universitas Indonesia. Ilmu Administrasi Fiskal adalah ilmu yang fokus pada kajian tata kelola fiskal dan perpajakan yang hanya terdapat di Universitas Indonesia dan Universitas Brawijaya dengan nama prodi Perpajakan.

Pajak milik Fakultas Ekonomi atau Ilmu Administrsi ?

Mata kuliah yang dipelajari di Ilmu Administrasi Fiskal terkait pajak dan akuntansi, seperti Pajak Penghasilan, PPN & PPnBM, Kepabeanan & Cukai, Pajak Properti, Pajak Internasional, dan sebagainya. Matakuliah akuntansi seperti dasar-dasar Akuntansi,  Akuntansi Biaya, Akuntansi Keuangan, Akuntansi Pajak, dan lainnya. Pajak dan akuntansi adalah matakuliah dari awal semester satu hingga semester delapan, pajak dan akuntansi adalah sahabatnya Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Admnistrasi.

Kiansantang, 08082021

Dipublikasi di Kampus | Meninggalkan komentar

Klaim Purwakarta atas Sate Maranggi

Dr. H. Vitra Yozi Chaniago, SE., ME., Ak., CA

Dahulu Cikampek sekarang Cikopo.

Rabu tanggal 29 November 1995 adalah hari pertama saya memulai kehidupan baru di kota Purwakarta. Kota ini diapit oleh 2 kota besar yakni sekitar 93 KM dari Jakarta dan 62 KM dari Bandung. Akses tercepat menuju kota ini melalui toll Jakarta Cikampek yang sudah beroperasi sejak tahun 1988, namun saat ini nama gerbang tol-nya sudah diganti menjadi Jakarta – Cikopo.

Penggunaan nama Cikampek pada pintu tol yang terletak di daerah Cikopo  tersebut dianggap kurang tepat, karena Cikampek adalah nama daerah di Kabupaten Karawang, sedangkan Cikopo sebagai lokasi gerbang tol-nya berada dan masuk Kabupaten Purwakarta. Inilah yang mendasari perubahan nama pintu atau gerbang toll tersebut, dan penggunaan kata Cikampek pada saat itu lebih kepada nilai jual saja, karena Cikampek saat itu jauh lebih dikenal ketimbang Cikopo maupun Purwakarta.

Tokoh Purwakarta yang dimotori oleh Dr. H. Suherman Saleh Datuk Majo Nan Sati atau yang lebih dikenal dengan panggilan Uda Herman mengajukan permohonan kepada Ir. H. Azwar Anas  Datuak Rajo Sulaiman yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perhubungan RI untuk mengganti nama pintu toll tersebut. Permohonan dikabulkan dan nama pintu tol pun diganti menjadi Cikopo.

Keluar dari pintu toll Cikopo (Cikampek) bercabang dua, ke kiri menuju Cikampek dan Cirebon sampai ujung pulau Jawa, sedangkan ke kanan menuju Purwakarta dan Subang sampai Bandung. Sekitar 2 KM kearah Purwakarta kita akan melewati sebuah kawasan rindang dengan deretan pohon jati pada kiri kanan jalan, dan membuat sejuk suasana, apalagi sepanjang jalan berjejer kedai makan khas dan terkenal di Purwakarta yakni Sate Maranggi.

Sate tidak terlalu asing bagi kita semua, apalagi saya sejak kecil sudah disuguhkan dengan Sate Padang, namun Sate Maranggi ini beda. Orang Sunda umumnya atau Purwakarta khususnya lebih sering menggunakan istilah Maranggi saja, karena istilah Maranggi hanya dilekatkan untuk Sate saja. Penjaja Sate Maranggi dapat ditemukan hampir di setiap sudut kota Purwakarta, dimana sebagian menjajakannya dengan cara berkeliling.

Perbedaan Sate Maranggi dengan sate lainnya terdapat pada proses membumbu gaging sebelum dibuat sate dan dibakar, karena proses pembumbuan inilah maka Sate Maranggi disajikan tanpa kuah khusus. Jika dibandingkan dengan Sate Padang yang daging satenya direbus dulu sebelum dibakar, namun Sate Maranggi justru daging satenya dibakar tanpa melalui proses rebus terlebih dahulu.   

  Sate Maranggi semakin mendunia ketika sate ini menjadi sajian yang dinikmati oleh Presiden Jokowi dalam sebuah pertemuan dengan para CEO di Korea Selatan tahun 2016 lalu. Kelezatan Sate Maranggi cocok dengan lidah hampir setiap orang, terbukti dengan terpilihnya Sate Maranggi sebagai salah satu makanan terenak menurut Kemenparekraf pada tanggal 14 Desember 2012.

Siapa Punya Sate Maranggi

Sate Maranggi dikenal sebagai kuliner khas Purwakarta yang memiliki filosofi dan melambangkan Tri Tangtu (tekad, ucap, tindakan) dalam bahasa Sunda, makanya tiap tusuk Sate Maranggi terdiri dari 3 potongan daging berukuran besar. Beberapa kisah tentang asal usulnya, yang pertama menyebutkan bahwa Sate Maranggi merupakan hasil asimilasi budaya Indonesia dan Tiongkok, dibawa oleh pendatang dari Cina yang menetap di daerah Jawa Barat.

Kisah kedua menyatakan bahwa Sate Maranggi asli berasal dari Indonesia, hal ini disampaikan oleh Dedi Mulyadi (budayawan Sunda dan mantan Bupati Purwakarta), nama ‘Maranggi’ berasal dari nama penjual Sate Maranggi pada jaman dahulu yang bernama Mak Ranggi. Sate “ Mak Ranggi” lama kelamaan berubah menjadi Sate Maranggi. Kisah ketiga menyebutkan bahwa Sate Maranggi adalah hasil kreasi para pekerja peternakan domba di Kecamatan Plered, yang hanya mendapatkan daging sisa dari peternakan domba tempat mereka bekerja. Mereka berusaha agar daging domba sisa ini tetap terasa lezat dengan cara memotong daging domba kecil-kecil lalu merendamnya dalam racikan rempah.

Klaim Setengah Hati Purwakarta atas Sate Maranggi

Meskipun sejarah dan asal usul Sate Maranggi banyak versi dan belum jelas, namun Purwakarta berusaha untuk mempromosikan Sate Maranggi sebagai bagian kuliner khas Purwakarta. Semua orang tahu bahwa maranggi itu adalah nama masakan dan bukan nama daerah, sehingga sulit untuk mengklaim bahwa maranggi tersebut sebagai kuliner yang berasal dari Purwakarta. Beda halnya dengan Sate Padang dan Sate Madura, dimana Padang dan Madura itu merujuk pada suatu daerah atau wilayah. Fakta saat ini Sate Maranggi diproduksi dan dijajakan tidak hanya di Purwakarta saja tapi hampir di seluruh daerah Jawa Barat, baik rasa maupun cara memasaknya juga sama.

Klaim Sate Maranggi sebagai kuliner asal Purwakarta dimulai sejak Dedi Mulyadi menjadi Bupati Purwakarta, ini adalah ide dan ikhtiar yang sangat brilian. Promosi dimulai dengan mengenalkan Sate Maranggi baik secara lokal, nasional dan internasional, bahkan telah dirintis sebuah “Kampung Maranggi” di Plered.

Orang Purwakarta sadar bahwa Maranggi adalah nama masakan dan bukan nama daerah di Purwakarta, sehingga dengan dibuatnya Kampung Maranggi maka klaim Purwakarta terhadap Sate Maranggi bisa berhasil. Hal ini mengacu kepada kuliner daerah lain seperti Sate Padang, Sate Madura, Dodol Garut, Nasi Kapau, Warung Tegal, Nasi Padang, Cotto Makassar, Ayam Taliwang dll adalah nama kuliner sekaligus nama daerah asalnya.

Klaim untuk mengukuhkan bahwa Sate Maranggi berasal Purwakarta sepertinya setengah hati, buktinya Kampung Maranggi yang telah dirintis di Plered sepi penjual dan  pengunjung serta orang lain tidak tahu bahwa di Plered telah dibuat sebuah kawasan yang bernama Kampung Maranggi. Pada sisi lain pedagang Sate Maranggi bertebaran juga diluar Purwakarta, sehingga hal ini dapat mematahkan klaim bahwa Sate Maranggi berasal dari Purwakarta. Disamping itu juga tidak ada satupun bukti bahwa Sate Maranggi itu berasal dari Purwakarta.

Sate dan Soto Padang, Sate Madura, Dodol Garut, Nasi Kapau, Warung Tegal, Nasi Padang, Cotto Makassar dan Ayam Taliwang serta Mie Aceh adalah nama kuliner yang sekaligus menunjukkan nama daerah asalnya. Sate Maranggi adalah nama masakan dan bukan nama daerah, sehingga semua daerah bisa mengklaim bahwa itu adalah masakan daerah mereka. Purwakarta harus bekerja keras dan maksimal jika ingin mengklaim bahwa Sate Maranggi itu berasal dari Purwakarta.

Seperti halnya Rendang yang juga diperebutkan oleh Malayasia dan Indonesia (Minangkabau), namun berdasarkan bukti historis dan sosioliogis akhirnya dunia mengakui bahwa Rendang berasal dari Indonesia (Sumatera Barat), bahkan celebrity chef ternama dunia yaitu Gordon Ramsay pernah berkunjung dan memasak Rendang di  Kampung Rendang yang ada di daerah Payakumbuh Lima Puluh Kota Sumatera Barat.

Tol Plered, Genteng dan Keramik serta Kampung Maranggi.

Kampung Maranggi telah dibangun di Plered, namun pengelolaannya terkesan setengah hati. Pemerintah dan masyarakat Purwakarta harus konsisten menjadikan Plered sebagai daerah asal dari Sate Maranggi. Kendala terbesar saat ini adalah akses menuju Plered.

Semenjak adanya tol Cipularang membuat Plered tenggelam namannya, kebesaran Plered yang terkenal dengan keramik dan gentengnya hilang secara perlahan. Plered merupakan eksportir keramik sejak dulu, namun saat ini sudah tidak terdengar lagi beritanya. Saat ini lebih cepat dan dekat ke Bandung rasanya ketimbang ke  Plered, meskipun secara jarak Plered lebih dekat dengan Purwakarta.

Pintu tol di Plered sangat dibutuhkan agar kegemilangan Plered sebagai produsen Keramik dan Genteng bisa muncul kembali, dan Kampung Maranggi yang telah dirintis di Plered dapat dikenal masyarakat secara luas. Bukankah pintu tol Plered juga akan mempercepat jarak tempuh menuju Maniis dan Tegalwaru ?.

“  Verba Volant – Scripta Manent “

Centre Of Science, Tax and Accounting (COSTA)

Jl. Mr. Kusumaatmaja Nomor 41 Purwakarta.

Dipublikasi di Kantor | Meninggalkan komentar

PAJAK ATAS BEASISWA

Pengertian Beasiswa.
Beasiswa adalah tunjangan yang diberikan kepada pelajar atau mahasiswa sebagai bantuan biaya belajar (KBBI). Beasiswa merupakan pemberian bantuan keuangan kepada perorangan untuk keberlangsungan pendidikannya. Beasiswa dapat diberikan oleh lembaga pemerintah, perusahaan ataupun yayasan.
Pendidikan adalah salah satu jalan untuk mencapai cita-cita yang diinginkan, namun prosesnya membutuhkan pengorbanan moril dan materil yang tidak sedikit.
Biaya atau pengorbanan materil merupakan salah satu factor utama seseorang bisa melanjutkan atau tidak melanjutkan pendidikan disamping tekad untuk belajar atau menuntut ilmu.
Instansi pemerintah maupun swasta menyediakan program beasiswa baik karena prestasi maupun kondisi ekonomi. Ada perusahaan yang secara rutin menyediakan beasiswa kepada pegawainya maupun pihak lainnya, seperti pelajar & mahasiswa.
Pemberian beasiswa bagi entitas merupakan wujud tanggung jawab sosial atau CSR (Corporate Social Responsibility) kepada masyarakat sekitarnya. Pemberian beasiswa dapat meningkatkan citra entitas dimata masyarakat.

Ketentuan Pajak Bagi Pihak Pemberi Beasiswa

Pasal 6 ayat (1) huruf (g) UU Pajak Penghasilan disebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan, dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain.
Pengeluaran uang untuk beasiswa oleh entitas dapat dibiayakan dalam menyusun laporan laba rugi fiscal.

Ketentuan Pajak Bagi Pihak Penerima Beasiswa.

a) Beasiswa Bukan Obyek Pajak Penghasilan.
Pasal 8 ayat 1 huruf e Perdirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 tanggal 27 Desember 2012, Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut oleh Peraturan Menteri Keuangan tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 bagi penerimanya.
Peraturan Menteri Keuangan No.154/PMK.03/2009 tanggal 30 September 2009 mengatakan Beasiswa yang dikecualikan dari Obyek Pajak Penghasilan (PPh) adalah Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau pendidikan non formal yang dilaksanakan di dalam negeri dan/atau di luar negeri.
Pendidikan formal yang dimaksud adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang dari pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Komponen beasiswa termasuk juga biaya pendidikan (tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar.
Kesimpulannya, Beasiswa bukanlah objek penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21 bagi si Penerima.

b) Beasiswa Termasuk Obyek Pajak Penghasilan.
Peraturan Menteri Keuangan No.154/PMK.03/2009 tanggal 30 September 2009 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai pengecualian beasiswa dari obyek pajak penghasilan tidak berlaku apabila penerima beasiswa mempunyai hubungan istimewa dengan Pemilik, Komisaris, Direksi, Pengurus dari entitas yang memberikan Beasiswa.
Beasiswa yang diterima oleh pelajar, mahasiswa atau karyawan yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana disebutkan diatas merupakan obyek PPh Pasal 21.

Oleh : Dr. H. Vitra Yozie Chaniago, SE., ME., Ak., CA.

Dipublikasi di Kantor | Meninggalkan komentar

Advance Ruling dan Kemauan Membayar Pajak.

Pendahuluan

Advance Ruling mungkin masih asing ditelinga praktisi perpajakan di Indonesia, termasuk dikalangan wajib pajak maupun fiskus itu sendiri. Advance Ruling sebenarnya bukanlah hal yang baru didunia perpajakan, dan ini sudah lazim diterapkan dalam administrasi  perpajakan negara lain. Advance Ruling di Indonesia secara resmi sudah mulai diterapkan sejak sistim administrasi modern perpajakan digulirkan awal tahun 2000 yang lalu, dan ini merupakan salah satu semangat dibentuknya seksi Pengawasan dan Konsultasi di Kantor Pelayanan Pajak serta diangkatnya fiskus yang berkompeten dibidangnya menjadi Account Representative.

Advance Ruling bertujuan untuk menghilangkan keraguan, ketakutan serta memberikan kepastian hukum pajak kepada Wajib Pajak perihal hak dan kewajiban pajak atas transaksi yang sedang dilakukan saat ini atau yang akan dilakukannya pada masa yang akan datang. Advance ruling dapat membuat Wajib Pajak lebih matang dan pecaya diri dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas usahanya, sehingga tidak menjadikan kewajiban pajak sebagai unsur penghambat karena sesungguhnya kewajiban pajak tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan usahanya.

Advance Ruling mendorong Wajib Pajak untuk lebih peduli dan terbuka perihal kegiatan dan aktivitas usahanya. Wajib pajak diminta secara profesional untuk terbuka kepada fiskus perihal kegiatan usahanya. Keterbukaan ini akan mengurangi potensi sengketa dan masalah dimasa yang akan datang, karena Wajib Pajak telah memahami tentang kewajiban pajak apa saja yang harus ditunaikan dalam kegiatan usaha yang sedang dan akan dilakukan.

Advance Ruling didasari oleh semangat untuk mengurangi potensi sengketa perpajakan antara Wajib Pajak dan otoritas pajak. Sengketa antara Wajib pajak dengan Fiskus seringkali disebabkan oleh perbedaan sudut pandang dan pemahaman terhadap peraturan perpajakan. Advance Ruling diharapkan dapat memperpendek jarak pemahaman antara Wajib Pajak dengan Fiskus, karena Wajib Pajak dengan leluasa untuk berdiskusi dengan fiskus perihal kegiatan usaha yang sedang dan akan dilakukan.

Advance Ruling dipastikan dapat mengurangi bahkan meniadakan sangketa pajak dikemudian hari, sepanjang kedua belah pihak berada pada frekuensi dan tujuan yang sama yakni melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. Profesionalisme, integritas dan kejujuran fiskus (Negara) dan Wajib Pajak sangat diperlukan. Tanpa kejujuran kedua belah pihak maka tujuan dari  Advance Ruling tidak akan tercapai.

Kendala

Perkembangan usaha sangat dinamis dan  berjalan cepat sekali serta tanpa batas, terkadang kegiatan usaha dan seluk beluk permasalahannya sudah ada dan terjadi namun regulasi atas kegiatan usaha tersebut belum ada. Regulasi adalah produk Pemerintah sedangkan kegiatan usaha berkembang dan menjadi kegiatan masyarakat, idealnya regulasi dan perangkat hukum lebih duluan lahir daripada praktek kegiatan usahanya.

Kendalanya saat ini adalah ketidakmampuan hukum pajak dalam mengakomodasi semua seluk beluk kegiatan usaha Wajib Pajak secara detil ditambah dengan kondisi yang telah disebutkan diatas. Aturan hukum yang baik seharusnya berisi aturan-aturan yang dapat mejadi pedoman bagi individu untuk bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat sehingga pada akhirnya menciptakan kepastian hukum.

Sengketa pajak menjadi salah satu indikator bahwa ketidakpastian hukum yang timbul karena perbedaan interpretasi hokum, meskipun tidak semua sengketa pajak berasal dari perbedaan interprestasi hokum saja tapi dapat juga berasal dari kemauan membayar pajak yang rendah, sehingga menafsirkan peraturan perundangan perpajakan sesuai dengan keinginan hatinya dan tanpa dasar yang jelas. Rendahnya kesadaran, kepatuhan dan kemauan dalam membayar pajak tidak hanya mengantarkan Wajib Pajak pada sengketa pajak yang bersifat administrasi saja namun ada juga yang berujung pada sanksi pidana.

Sistem self assessment yang diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1984 membuat otoritas pajak face to face dengan pertumbuhan ekonomi yang berkembang pesat. Perubahan bentuk organisasi dan badan hukum serta  transaksi bisnis yang selalu berkembang sesuai teknologi dapat menimbulkan perbedaan dalam interpretasi dan penerapan undang-undang pajak.

Undang-undang pajak tidak mudah diubah secepat perkembangan ekonomi yang bergerak dinamis, padahal seharusnya aturan perpajakan harus bisa mengikuti perkembangan bisnis yang ada, idealnya aturan pajak sudah ada sebelum bisnis dan transaksinya ada.

Solusi

Pertumbuhan transaksi bisnis yang cepat yang tidak bisa selalu diikuti oleh aturan perpajakannya, maka diperlukan sistem administrasi pajak yang tepat untuk meluruskan interpretasi hukum pajak di masyarakat atau untuk memberikan arahan kepada Wajib Pajak seputar isu pajak atas transaksi yang akan mereka lakukan (Kristanto dan Tumakaka, 1999).

Contohnya isu Penambahan objek pajak dari Warisan sudah santer dihembuskan, padahal saat ini  Warisan dikecualikan dari objek pajak. Isu ini tidak bisa juga dipandang remeh oleh para wajib pajak dan mereka harus  mengantisipasinya sejak dini agar tidak menjadi masalah atau sengketa pajak dikemudian hari. Calon Pemberi waris harus sudah memasukkan harta yang akan mereka wariskan nantinya kedalam SPT Tahunannya dan sudah dilunasi semua pajaknya.

Advance ruling memang tidak serta merta dan bisa sepenuhnya dapat menjamin meningkatnya kesadaran, kepatuhan dan kemauan membayar pajak. Advance ruling hanyalah salah satu cara untuk mengurangi sengketa pajak dilapangan. Banyak factor yang dapat mempengaruhi kesadaran, kepatuhan dan kemauan membayar pajak. Disamping penegakan hokum pajak dalam menekan penggelapan pajak, perilaku penyelenggara Negara dalam mengelola dan menggunakan uang Negara juga mempengaruhi kemauan membayar pajak.

Korupsi dan penyalahgunaan keuangan Negara dapat mempengaruhi keinginan masyarakat untuk patuh dalam menunaikan kewajiban perpajakannya baik dalam membayar maupun melapor (Vitra Yozi, 2019).

Kesimpulan

Advance ruling sudah diterapkan di beberapa negara, dimana Wajib Pajak dapat memperoleh konfirmasi tertulis dari otoritas pajak sebelum melakukan transaksi-transaksi khusus terkait konsekuensi pajak yang akan timbul dalam pelaksanaan transaksi tersebut. Advance ruling digunakan oleh Wajib Pajak atas suatu transaksi tertentu yang akan dilakukan namun masih belum jelas aturan perpajakannya sehingga risiko pajaknya dapat diprediksi (Larking, 2005).

Oleh : Dr. H. Vitra Yozie Chaniago, SE., ME., Ak., CA.

Sumber referensi :

  1. Lembaran Negara RI, Undang-Undang Pajak Penghasilan.
  2. Vitra Yozi (2019), Pengaruh Sistim Informasi, Keadilan dalam penerapan peraturan, Sistim Pemungutan dan Penegakan Hukum terhadap Pengurangan Penggelapan Pajak dan implikasinya pada Kemauan Membayar Pajak, Disertasi, Bandung.
  3. Kristanto, A. Prijohandojo dan Wahtu Tumakaka (1999). National Reporters, IFA Report Indonesia.
  4. Larking, Barry (2005). Internastional Tax Glossary. IBFD Publications, The Netherlands.
Dipublikasi di Kantor | Meninggalkan komentar

Profesi Akuntansi di Purwakarta

Pendahuluan.

Akuntansi adalah bahasa bisnis dan dapat membaca perkembangan entitas usaha dari sisi keuangan. Akuntansi bagian dari ilmu ekonomi (sosial), sehingga Akuntansi selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakatnya.

Bisnis selalu berkembang, akibat terbatasnya lahan industry di seputaran Jakarta, maka Karawang dan Purwakarta menjadi sasaran perluasan berikutnya setelah Tangerang dan Cikarang. Puncaknya, pada tahun 1990-an hadirlah kawasan industry Indotaisei di Karawang dan Besland Pertiwi di Kota Bukit Indah Purwakarta.

Industrial Estate Besland Pertiwi di Kawasan Kota Bukit Indah berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi di Purwakarta dan sekitarnya. Perkembangan ini diikuti pula oleh kebutuhan pelaku usaha akan tenaga terampil bidang operasional maupun administrasi, dan tenaga terampil Akuntansi menjadi incaran para pelaku usaha. Purwakarta di awal tahun 1990 kewalahan dalam menyediakan tenaga terampil Akuntansi, karena lembaga pendidikan formal di bidang Akuntansi baru berdiri sekitar tahun 2000.

Peluang Akuntansi di Purwakarta.

Perkembangan Akuntansi di Purwakarta saat ini belum menggembirakan, dan masih tertinggal jika dibandingkan dengan Subang apalagi Karawang. Hal ini dapat dilihat dari jumlah Kantor Jasa Akuntansi yang ada di Purwakarta, dimana saat ini baru ada satu Kantor Akuntan Publik (KAP) yang beroperasi tahun 2018 lalu, padahal di Karawang telah lama berdiri puluhan Kantor Akuntan Publik (KAP).

Akuntansi dan bisnis tidak dapat dipisahkan, tanpa Akuntansi maka bisnis akan bisu dan tidak dapat dibaca atau dilihat perkembangannya. Entitas usaha di Purwakarta saat ini tumbuh bak cendawan sehabis hujan, namun mereka kesulitan dalam mengelola administrasi keuangannya, dan ini adalah peluang emas bagi para tenaga terampil Akuntansi.

Lembaga pendidikan Akuntansi baik formal maupun non formal berlomba meluluskan tenaga Akuntansi baru yang mumpuni untuk mengisi jabatan strategis dalam bidang Akuntansi. Selama ini jabatan ini dipegang oleh para lulusan Akuntansi dari kampus lain diluar Purwakarta seperti Jakarta, Bandung dan Karawang. Masalah lain saat ini adalah Purwakarta kekurangan Kantor Akuntan Publik yang telah terdaftar resmi (ter-register). Purwakarta baru mampu menelorkan para Sarjana baru bidang Akuntansi, padahal entitas usaha malah memerlukan Auditor Indipenden dalam memeriksa Laporan Keuangannya, dan Auditor ini hanya ada di KAP yang telah terdaftar resmi di Kementerian Keuangan.

Sudah saatnya di Purwakarta bermunculan Kantor Akuntan Publik dan Kantor Konsultan Pajak, sehingga para pelaku usaha Purwakarta tidak perlu lagi meminta jasa audit dan penyusunan Laporan Keuangan baik Komersial maupun Fiskal kepada KAP atau Konsultan Pajak dari luar Purwakarta. Saat ini rata-rata Wajib Pajak menggunakan jasa konsultan akuntansi dan pajak dari Bandung dan Jakarta. Pertanyaannya, mengapa Jasa Akuntansi dan Pajak langka di Purwakarta, padahal kantor Konsultan Hukum dan Notaris begitu banyak di Purwakarta, bukankah sama-sama bergerak dalam bidang jasa…?

Tantangan Akuntansi di Purwakarta.

Perkembangan teknologi informasi saat turut mempengaruhi dunia Akuntansi, praktek Akuntansi manual yang banyak menghabiskan waktu sudah mulai ditinggalkan. Berbagai macam software akuntansi mulai dari yang sederhana hingga yang memiliki fungsi perhitunagn Akuntansi yang komplek tersedia untuk digunakan dalam membantu penyusunan Laporan Keuangan secara efektif dan efisien.

Kondisi diatas menjadi tantangan bagi stakeholder Purwakarta dalam menghadapi masa depan, khususnya dalam menyediakan tenaga terampil dalam bidang Akuntansi. Lulusan Sarjana Akuntansi baru dari kampus – kampus di Purwakarta haruslah menjadi tuan di daerahnya sendiri. Disamping itu, semua Lembaga Pemerintah baik Pusat maupun Daerah selalu ingin mendapatkan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dalam audit Laporan Keuangannya, termasuk juga Pemerintahan Daerah Purwakarta. Opini WTP ini hanya bisa diberikan oleh Auditor Indipenden.

Ancaman Akuntansi di Purwakarta.

Perkembangan teknologi informasi saat ini dapat juga menjadi ancaman bagi tenaga Akuntansi, untuk itu para tenaga Akuntansi harus mempersiapkan diri agar tidak tergilas oleh teknologi. Pekerjaan teknis Akuntansi saat ini sudah dilakukan secara komputerisasi dan otomatis mengurangi tenaga manusia. Kondisi ini diperparah bahwa pada tahun 2024 Indonesia akan mengalami tahun Bonus Demografi, dimana tenaga produktif di Indonesia mencapai puncaknya, sehingga persaingan akan menjadi suatu keharusan.

Akuntansi masih dianggap sulit bagi sebagian orang, sehingga masih banyak yang takut untuk belajar Akuntansi, padahal kita tahu bahwa kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari perhitungan dan perencanaan keuangan, dimana semua itu adalah ranah Akuntansi. Akuntansi tidak hanya membahas tentang debet kredit saja, tapi lebih dari itu. Akuntansi juga membahas perencanaan keuangan dan strategi dalam pengambilan keputusan. Tanpa Akuntansi pelaku usaha tidak akan mungkin melakukan evaluasi bisnisnya, apalagi menyangkut pajak (tax planning).

Oleh : Dr. H. Vitra Yozie Chaniago, SE., ME., Ak., CA.

Dipublikasi di Kampus | Meninggalkan komentar

Pajak dan Bea atas Warisan

Masyarakat dihebohkan oleh wacana pengenaan pajak atas warisan, bahkan isu ini dikemas sedemikian rupa dan dikaitkan dengan melemahnya sumber pembiayaan dalam negeri dari sektor perpajakan. Tulisan ini akan mengupas tuntas tentang Warisan dan aspek perpajakan yang terkait didalamnya, baik pajak pusat maupun pajak daerah serta bea.

Sebelumnya akan dibahas beberapa pengertian umum yang akan memandu pembaca dalam memahami tulisan ini, yaitu sbb :

  • Warisan adalah sesuatu yang diwariskan, seperti harta, nama baik, harta pusaka.
  • Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan (1). Seseorang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang asih hidup (2). Pewarisan hanya terjadi karena kematian (3).
  • Ahli Waris adalah keluarga sedarah, baik yang sah menurut UU maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama. Bila keluarga sedarah dan suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik Negara (4). Kesimpulannya tidak ada celah hukum apapun untuk menjadikan anak angkat sebagai ahli waris bagi orang tua angkat, begitu juga sebaliknya.

Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Mengangkat anak tidak menjadikannya nasab atau keturunan darah antara anak dengan orang tua angkatnya, diantara mereka tidak saling mewarisi. Anak angkat hanya berhak mewarisi harta dari orang tua kandungnya, begitu juga sebaliknya (5).

Syarat suatu harta (bergerak – tidak bergerak, berwujud – tidak berwujud) dapat dikatakan sebagai warisan yang bukan Objek Pajak Penghasilan adalah :

  • Pewaris dan Ahli Waris harus ada hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat. Contohnya antara Anak dengan Bapak / Ibunya, dan tidak termasuk antara Cucu dengan Kakek/ Neneknya.
  • Harta (bergerak – tidak bergerak, berwujud – tidak berwujud) yang diwariskan tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pewaris dan pajak terutang (jika ada) harus dilunasi terlebih dahulu.

Ada beberapa jenis pajak dan bea yang berlaku di Indonesia saat ini, karena Warisan berkaitan dengan harta yang ditinggalkan oleh si Pewaris, dan harta ini memiliki nilai yang material, sehingga dapat berhubungan dengan pajak atau bea dibawah ini :

A. Pajak Penghasilan (PPh).

1. Jika Warisan Dibagikan.

Pajak atas Penghasilan, yang dimaksud dengan Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun (6).

Warisan bukanlah Objek Pajak, maksudnya perolehan Harta Warisan oleh Ahli Waris tidak dikenakan Pajak Penghasilan. Meskipun Harta Warisan yang diterima oleh Ahli Waris tersebut dapat menambah kekayaannya, namun bukanlah objek yang dapat dikenakan Pajak Penghasilan (7).

2. Jika Warisan Tidak (Belum) Dibagikan.

Warisan yang tidak (belum) dibagikan adalah Subjek Pajak,  warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak (8). Pihak yang meninggal tetap terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak dan melaksanakan kewajiban pajaknya seperti biasa (yang diwakili oleh ahli warisnya), namun tidak diberikan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Sepanjang warisan tersebut belum dibagikan, maka kewajiban perpajakan dari almarhum(almarhumah) melekat pada warisan tersebut sampai warisan tersebut benar-benar dibagi.

Contohnya, Tn. Bagindo meninggal dunia dan memiliki sebuah Toko Onderdil Kendaraan Bermotor lengkap dengan Perlengkapan Bengkelnya. Meskipun Tn. Bagindo telah meninggal, namun penghasilan atas usaha dagang dan jasa bengkelnya tetap berjalan dan menghasikan pendapatan. Pendapatan ini harus tetap dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana mestinya seolah-olah Tn. Bagindo tetap ada, namun kewajiban pembayaran dan pelaporan pajaknya dilakukan oleh ahli warisnya. Perbedaannya hanya terdapat dalam menghitung Pajak Terutang karena tidak diberikan pengurangan PTKP.

B. Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Pajak Pertambahan Nilai mengatur tentang penyerahan barang dan jasa yang dikenakan PPN. Penyerahan barang yang dikenakan PPN harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut (9) :

  1. barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak,
  2. barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak berwujud,
  3. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
  4. penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Penyerahan yang menjadi objek PPN adalah penyerahan yang dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya. Penyerahan warisan dari Pewaris kepada ahli waris bukanlah penyerahan sebagaimana dimaksud UU PPN. Artinya penyerahan warisan ke ahli waris bukanlah objek PPN serta bebas PPh dan PPN.

Lain halnya jika Warisan tersebut belum (tidak) dibagikan, sebagaimana contoh diatas (Tn. Bagindo), maka atas penyerahan / penjualan onderdil dan jasa bengkel ke konsumen tetap dipungut PPN sebesar 10%, itupun kalau Tn. Bagindo telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

C. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Objek dari Pajak Bumi Bangunan (PPB) itu adalah Tanah dan/ atau Bangunan termasuk Tanah/ Bangunan dari Warisan, yang harus dibayar oleh ahli waris atau pihak yang menguasai warisan (objek) tersebut. PBB termasuk Pajak Daerah Kabupaten / Kotamadya.

D. Bea Perolehan Hak Tanah/Bangunan (BPHTB).

Jika ahli warisnya menerima harta warisan berupa tanah dan atau bangunan dengan nilai diatas Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta) rupiah, maka harus dikenakan BPHTB. BPHTB waris dibayar pada saat warisan terbuka atau pada saat terjadinya peralihan hak atas tanah yang dimaksud. Mengenai saat peralihan hak atas tanah ini, apabila mengacu pada hukum waris, saat beralihnya hak atas tanah tersebut adalah pada saat Pewaris meninggal dunia. Oleh karena itu, perhitungan pajaknya menggunakan perhitungan pada tahun Pewaris tersebut meninggal dunia. BPHTB termasuk Bea yang menjadi sumber penerimaan daerah Kabupaten / Kotamadya.

 Contoh Perhitungan PBHTB Warisan.

Seorang ayah meninggal Dunia dan memiliki tanah kosong di Purwakarta, akan dilakukan balik nama pada ahli warisnya (anak2 dan istrinya). Karena proses balik nama tersebut para ahli waris diwajibkan membayar BPHTB.

Data tanah objek warisan sebagai berikut :

Luas   = 1.000m2

NJOP  = Rp1.000.000,- per meter

NPOP = 1.000 x Rp1.000.000,- = Rp1.000.000.000,- (Total NJOP)

NJOPTKP Waris adalah Rp300.000.000,- (Purwakarta)

Besarnya BPHTB adalah sebagai berikut :

BPHTB           = 5 % x (NPOP – NPOPTKP)

BPHTB           = 5 % x (Rp1.000.000.000 – Rp300.000.000) = Rp35.000.000,-

Penulisan di lembar pembayaran BPHTB biasanya dituliskan nama salah seorang ahli waris saja, contohnya Tn. Rajo Sutan CS (cum suis).

Sekian.

Dr. H. Vitra Yozie Chaniago, SE., ME., Ak., CA.

Referensi :

  1. Kompilasi Hukum Islam, Pasal 171 huruf b
  2. Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Kencana Jakarta 2004 ; hal 204
  3. Pasal 830 KUHPerdata
  4. Pasal 832 KUHPerdata
  5. Kompilasi Hukum Islam, Pasal 171 huruf c.
  6. Pasal 4 ayat 1 UU PPh
  7. Pasal 4 ayat 3 huruf b UU PPh
  8. Pasal 2 (1) huruf a (2) UU PPh
  9. Pasal 4 huruf a UU PPN

 

Dipublikasi di Kantor | Meninggalkan komentar

Kakak Uni – Abang Uda dalam budaya Minang (Malayu) dan Tapanuli

Sering orang bertanya kepada saya apa bedanya panggilan Uda dan Abang di Ranah Minang. Biasanya saya balik bertanya, apa bedanya Aa dan Akang di Jawa Barat…?

Sulit untuk dijelaskan secara kata-kata, namun bisa digambarkan secara langsung sebagaimana halnya panggilan Aa dan Akang di Tanah Sunda Jawa Barat. Aa dan Akang keduanya digunakan di Tanah Sunda, begitu juga dengan Abang dan Uda keduanya digunakan juga di Ranah Minang.

Uda adalah symbol dari Lelaki Minang yang telah dewasa, adapun tingkatan panggilan seorang Lelaki Minang adalah sbb :

1. Bayi Laki – Laki    = Buyung

2. Anak Laki – Laki  = Bujang

3. Laki – Laki Dewasa = Uda, Ajo, Uwan, Tuan, Ambo, Atiak, Ombak, Abang, Oncu, Ongah, Kakak, Aciak, Datuak, dll.

Uda disini adalah symbol pemersatu dari beberapa panggilan Laki – Laki Dewasa di Ranah Minang yang begitu banyak, diantaranya : Ajo, Uwan, Tuan, Ambo, Atiak, Ombak, Abang, Oncu, Ongah, Kakak, Aciak, Datuak, dll.

Karena begitu banyaknya panggilan Laki – Laki Minang maka dibungkuslah dalam sebuah symbol, yaitu Uda. Sebenarnya simbol Uda ini baru disosialisasikan oleh Pemda Sumatera Barat  pada tahun 1990-an dengan adanya pemilihan resmi Uda dan Uni. Sosialisasi Uda Uni oleh Pemerintah Daerah mirip seperti pemilihan Abang None di Jakarta atau Daeng Dara di Makassar.

Sebenarnya panggilan Uda atau Udo itu bukan hanya milik orang Minangkabau saja dan menjadi label orang Minang. Uda itu panggilan umum orang Malayu, dimana Uda merupakan panggilan anak Malayu, seperti Ulong (Anak Pertama), Angah (Anak Kedua), Uda (Anak Ketiga), Ociak dan Ocu (Anak berikutnya).

Uda juga dipakai orang Batak / Tapanuli, dimana panggilan Uda ditujukan bukan hanya kepada laki-laki saja, tapi juga wanita. Uda di Tapanuli berarti Paman (Pak Uda) atau Bibi (Inang Uda).

Kesimpulannya, panggilan Uda bukan hanya ada di Minangkabau saja, tapi juga digunakan di rumpun Malayu lainnya dan Tapanuli.

Panggilan Abang di Minangkabau dipakai dalam rangka menghormati tamu Laki – Laki meskipun dia lebih muda, bahkan sebagian daerah di Minangkabau menggunakan panggilan Abang untuk urang Sumando-nya.

Abang adalah panggilan umum orang Malayu (Indonesia) terutama di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Semenanjung Malaysia.

Minangkabau adalah bagian dari bangsa Malayu, sehingga panggilan Abang juga disematkan kepada perantau Minangkabau di Nusantara, disamping panggilan Uda, Ajo dan Tuan.

Abang juga menjadi panggilan umum di Sumatera Barat, mengingat warga kota Padang berasal dari  multi etnis Nusantara.

Uni juga symbol pemersatu dari beberapa panggilan Wanita Dewasa di Ranah Minang yang banyak, diantaranya : Uniang, Uni, Elok, Kakak, Ongah, Uncu, dll.

Ada yang beranggapan bahwa Uni itu berasal dari kata Umi (ibu ; arab) atau Uniang (panggilan khas wanita Pariaman). Saat ini Uni adalah symbol dari Wanita Minang yang telah Dewasa, adapun tingkatan panggilan seorang Wanita Minang adalah sbb :

1. Bayi Wanita        = Upik

2. Anak Wanita      = Gadih / Upik

3. Wanita Dewasa  = Uni / Uniang, Uni, Elok, Kakak, Ongah, Uncu, dll.

Kakak dan Uni adalah panggilan umum Wanita Dewasa Minangkabau dari dulu sampai sekarang.

Semoga bermanfaat.

Makassar, Jum’at tanggal 07/08/2015

Dipublikasi di Agama & Adat | Meninggalkan komentar

Keadilan dalam Pemungutan Pajak Penghasilan atas Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ( Tinjauan terhadap Penerapan Pasal 31 E UU Nomor 36 Tahun 2008 )

( Tinjauan terhadap Penerapan Pasal 31 E UU Nomor 36 Tahun 2008 )
Vitra Yozi, SE, ME, Ak 
Ketua Jurusan Akuntansi pada STIE Wikara Purwakarta
Auditor dan Investigator.

Target penerimaan pajak yang diamanahkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tiap tahunnya selalu mengalami kenaikan seiring dengan upaya untuk meningkatkan Tax Ratio. Hal ini merupakan beban berat yang harus dipikul Direktorat Jenderal Pajak dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam pemungutan pajak di Indonesia. Kondisi ini akan bertambah berat apabila dihubungkan bahwa pemungutan pajak harus memenuhi azaz-azas sebagaimana diungkapkan oleh Adam Smith melalui An Inquiry in to the nature and causes of the wealth of nations. Baca lebih lanjut

Dipublikasi di Kampus | Meninggalkan komentar

Silat Minang Syahbandar ( Pagaruyung – Wanayasa )

Silat Syahbandar di Indonesia dikenal dengan banyak sebutan, diantaranya “Gerak Sabandar, Gerak Panca Tunggak, Jurus Lima “. Silat Syahbandar saat ini menjadi dasar / aliran dari berbagai Perguruan Pencak Silat di Indonesia.
Silat Syahbandar berawal dari seorang Pendekar Silat Pagaruyung, yaitu Mohammad Kasim Amak Syahbandar yang di lahirkan pada tahun 1766 di Pagaruyung Minangkabau  atau Kabupaten Tanah Datar saat ini. Beliau meninggal pada tahun 1880 dan dimakamkan di Wanayasa, Purwakarta, Jawa Barat. Baca lebih lanjut

Dipublikasi di Agama & Adat | Meninggalkan komentar

Berbagi Kisah dan Harapan – Modernisasi Ditjen Pajak

 

Dipublikasi di Kantor | Meninggalkan komentar